Bintang tak benderang lagi
Suasana tak menyejukan hati
Hawa busuk menimpa pagi
Menyerang sekujur jiwa ini
Buntalan kepahitan datang selalu
Membungkam rasa manis hariku
Mengalir dalam setiap nafsu
Membuat setiap langkah membeku
Nada tak indah semestinya
Burung tak bernyanyi sebenarnya
Kata-kata tak terangkai indah
Yang terjadi hanyalah bualan
Sabtu, 15 Oktober 2011
Kamis, 22 September 2011
Aku dan Dunia
Serpihan kelabu kabut pagi
Memeluk erat hati ini
Ketika aku bersama sepi
Tak lagi kulihat matahari
Hari demi hari kuarungi
Tak kunjung usai risau ini
Aku sendiri dikala malam tiba
Saat mentari telah tenggelam
Belenggu sedih menusuk jiwa
Teringat akan aku yang hilang
Hilang dari duniaku yang ceria
Menuju kepedihan yang mendalam
Kini tak lagi teringat
Wajahku saat tertawa
Jiwaku ketika marah
Yang tersisa hanya ingatan
Tentang Kesedihan.....
Kesepian.....
Bunga-bunga tak lagi bermekaran
Hanya daun yang telah berguguran
Burung telah kehilangan suaranya
Saat aku berada pada puncak kebosanan
Bosan dengan segala seyuman
Tak lagi kubertanya
Perginya duniaku yang ceria
Karena aku telah muak
Bertanya keceriaanku dimana
Yang ada hanyalah aku
Aku yang berdiri hari ini
Aku yang telah menangisi diri
Aku yang telah marah dengan hati nurani
Dan...
Aku yang telah menemukan duniaku
Memeluk erat hati ini
Ketika aku bersama sepi
Tak lagi kulihat matahari
Hari demi hari kuarungi
Tak kunjung usai risau ini
Aku sendiri dikala malam tiba
Saat mentari telah tenggelam
Belenggu sedih menusuk jiwa
Teringat akan aku yang hilang
Hilang dari duniaku yang ceria
Menuju kepedihan yang mendalam
Kini tak lagi teringat
Wajahku saat tertawa
Jiwaku ketika marah
Yang tersisa hanya ingatan
Tentang Kesedihan.....
Kesepian.....
Bunga-bunga tak lagi bermekaran
Hanya daun yang telah berguguran
Burung telah kehilangan suaranya
Saat aku berada pada puncak kebosanan
Bosan dengan segala seyuman
Tak lagi kubertanya
Perginya duniaku yang ceria
Karena aku telah muak
Bertanya keceriaanku dimana
Yang ada hanyalah aku
Aku yang berdiri hari ini
Aku yang telah menangisi diri
Aku yang telah marah dengan hati nurani
Dan...
Aku yang telah menemukan duniaku
Minggu, 18 September 2011
Petir negaraku
Runtutan bencana terjadi
DI tanah ku di negeri ku
Berbagai kasus menimpa
Saudara ku dan bangsa ku
Tak ada tawa iklas lagi
Dalam sebuah pemberitaan
Hanya kesedihan mendalam
Menenggelamkan satu seyuman
Persatuan semakin pecah
Adanya perbedaan mencolok
Telingaku berdenging
Mata ku pedas hingga menangis
Uang telah jadi tuhan
Semua menyembah uang
Rela merendahkan harga diri
Demi sekeping uang receh
Ribuan bocah tak beruntung
Bernyanyi dengan jiwa
Di tengah jalan luas
Dengan kelaparan
Nuansa miskin semakin luas
Ribuan rumah-rumah kumuh
Sampah semakin menumpuk
Penggangguran tak terhitung
Saat ini aku hanya bisa diam
Merasa diriku ini hina
Hanya bisa memaki mereka
Tanpa melangkah dalam Aktifitas
DI tanah ku di negeri ku
Berbagai kasus menimpa
Saudara ku dan bangsa ku
Tak ada tawa iklas lagi
Dalam sebuah pemberitaan
Hanya kesedihan mendalam
Menenggelamkan satu seyuman
Persatuan semakin pecah
Adanya perbedaan mencolok
Telingaku berdenging
Mata ku pedas hingga menangis
Uang telah jadi tuhan
Semua menyembah uang
Rela merendahkan harga diri
Demi sekeping uang receh
Ribuan bocah tak beruntung
Bernyanyi dengan jiwa
Di tengah jalan luas
Dengan kelaparan
Nuansa miskin semakin luas
Ribuan rumah-rumah kumuh
Sampah semakin menumpuk
Penggangguran tak terhitung
Saat ini aku hanya bisa diam
Merasa diriku ini hina
Hanya bisa memaki mereka
Tanpa melangkah dalam Aktifitas
Jumat, 16 September 2011
Hari Itu
Pagi hari kan menjelang
Kutatap arah timur dengan tajam
Sambil Kutantang Sang surya
Untuk segera keluar dari sangkarnya
Cahaya mulai tampak
Saat detik-detik tengah berputar
Dilingkari oleh ranting-ranting pepohonan
Pertanda sang surya telah berdiri
Silau cahayanya membilas tubuhku
Dengan hangat dan lambat
Kuhayati dengan hati dan jiwa
Bersama hisap nafasku yang kian mendalam
Ku berdansa dengan mentari
Diiringi nada-nada burung
Serta musik dari daun yang gugur
Menyadari keindahan dalam hidup
Hilir mudik langkah sang angin
Menemani tenggelamnya sang surya
Detingan setiap nada sumbang ku
Beriarama bersama langit biru
Nada yang ku detingkan semakin lemah
Seiring sang surya pergi tanpa permisi
Seakan kabur...
Dan lari dari sang rembulan dan bintang
Saat kunang-kunang menampakan cahayanya
Datang sang malam yang gelap
Memapahku dalam kelelahan yang tajam
Terbaring pada ranjang lembut
Bersandar pada lunak alas kepala
Nyanyian merdu jangkrik
Membuat ku semakin lelap
Dalam setiap pejaman mataku
Dan terbang ke alam mimpi
Kutatap arah timur dengan tajam
Sambil Kutantang Sang surya
Untuk segera keluar dari sangkarnya
Cahaya mulai tampak
Saat detik-detik tengah berputar
Dilingkari oleh ranting-ranting pepohonan
Pertanda sang surya telah berdiri
Silau cahayanya membilas tubuhku
Dengan hangat dan lambat
Kuhayati dengan hati dan jiwa
Bersama hisap nafasku yang kian mendalam
Ku berdansa dengan mentari
Diiringi nada-nada burung
Serta musik dari daun yang gugur
Menyadari keindahan dalam hidup
Hilir mudik langkah sang angin
Menemani tenggelamnya sang surya
Detingan setiap nada sumbang ku
Beriarama bersama langit biru
Nada yang ku detingkan semakin lemah
Seiring sang surya pergi tanpa permisi
Seakan kabur...
Dan lari dari sang rembulan dan bintang
Saat kunang-kunang menampakan cahayanya
Datang sang malam yang gelap
Memapahku dalam kelelahan yang tajam
Terbaring pada ranjang lembut
Bersandar pada lunak alas kepala
Nyanyian merdu jangkrik
Membuat ku semakin lelap
Dalam setiap pejaman mataku
Dan terbang ke alam mimpi
Kamis, 15 September 2011
Dunia ku Menghilang
Butir butir cinta menghinaku
Inci demi inci merobekku
Benih benih senyum menjauhiku
Langkah demi langkah menghindariku
Kobaran api matahari membakarku
centi demi centi tubuhku
Cahaya indah bulan membutakanku
Detik demi detik menggelapkanku
Ribuan manusia telah mengutukku
Dengan segenap pandangan benci padaku
Jutaan binatang telah mengusirku
Dengan segenap suara keras padaku
Kurasakan duniaku telah hilang
Bersama dengan perginya petang
Terukir cerita hati keharuan
Akan duniaku yang hilang
Inci demi inci merobekku
Benih benih senyum menjauhiku
Langkah demi langkah menghindariku
Kobaran api matahari membakarku
centi demi centi tubuhku
Cahaya indah bulan membutakanku
Detik demi detik menggelapkanku
Ribuan manusia telah mengutukku
Dengan segenap pandangan benci padaku
Jutaan binatang telah mengusirku
Dengan segenap suara keras padaku
Kurasakan duniaku telah hilang
Bersama dengan perginya petang
Terukir cerita hati keharuan
Akan duniaku yang hilang
Selasa, 13 September 2011
Liar
Tangan terangkat tinggi
Lompat menghentak tanah
Musik keras melingkari
Alkohol tuang ke gelas
Tawa puas tak terbatas
Teriak keras tak terjangkau
Terombang-ambing di tengah orang
Tubuh bergerak tak sesuai otak
Keras sang iblis menyeretku
Dalam lingkaran sorga dunia
Aku...aku...aku dan aku
Hanya aku yang aku ingat
Kesenangan tanpa ujung
Di hari yang berujung ini
Gadis-gadis telanjang
Menari-nari bagai api
Mata ini tak henti memandang
Kuping ini terus mendengar
Jiwaku kian membara
Di hari yang kuanggap liar....
Lompat menghentak tanah
Musik keras melingkari
Alkohol tuang ke gelas
Tawa puas tak terbatas
Teriak keras tak terjangkau
Terombang-ambing di tengah orang
Tubuh bergerak tak sesuai otak
Keras sang iblis menyeretku
Dalam lingkaran sorga dunia
Aku...aku...aku dan aku
Hanya aku yang aku ingat
Kesenangan tanpa ujung
Di hari yang berujung ini
Gadis-gadis telanjang
Menari-nari bagai api
Mata ini tak henti memandang
Kuping ini terus mendengar
Jiwaku kian membara
Di hari yang kuanggap liar....
Senin, 12 September 2011
Manusia Busuk
Siapa engkau...
Yang ku sapa setiap hari
Dan di balas oleh senyumanmu
Namun aku tak tahu siapa engkau
Kau selalu ada di otakku
Dalam hatiku yang dalam
Di jiwaku yang setia
Tepat berada di mataku
Aku merasakan rindu...
Rindu dengan wajahmu mu
Rindu senyum sapaan mu
Rindu dengan kehadiran mu
Mengapa kau bisa menyiksaku
Tanpa menyentuh-ku
Tanpa mengutuk-ku
Tetapi hanya dengan kehadiranmu
Aku merasakan getaran-getaran aneh
Ketika engkau melintas di mataku
Layaknya sang medusa
Mengubah ku jadi sebuah patung hidup
Aku melihatmu sangat dekat
Namun aku merasakan jauh yang mendalam
Aku benar-benar tersiksa
Dengan segala kemisteriusanmu itu
Aneh...
Tetapi benar-benar nyata
Ini benar-benar sesuatu yang tak kuinginkan
Kehidupanku menjadi berat bila tak melihatmu
Saat aku ingin melupakanmu
Seluruh diriku berontak seketika
Hati...pikiran...tubuh...
Seakan terbakar oleh mu...
Mengapa kau lakukan ini padaku??
Apa kau penyihir yang paling hebat
Benar-benar membuatku tersungkur tak berdaya
Hanya dengan sinar matamu yang indah
Tolong...
Lepaskan aku dari siksa ini
Berhentilah menyiksaku
Kan kulakukan segala yang kau inginkan
Yang ku sapa setiap hari
Dan di balas oleh senyumanmu
Namun aku tak tahu siapa engkau
Kau selalu ada di otakku
Dalam hatiku yang dalam
Di jiwaku yang setia
Tepat berada di mataku
Aku merasakan rindu...
Rindu dengan wajahmu mu
Rindu senyum sapaan mu
Rindu dengan kehadiran mu
Mengapa kau bisa menyiksaku
Tanpa menyentuh-ku
Tanpa mengutuk-ku
Tetapi hanya dengan kehadiranmu
Aku merasakan getaran-getaran aneh
Ketika engkau melintas di mataku
Layaknya sang medusa
Mengubah ku jadi sebuah patung hidup
Aku melihatmu sangat dekat
Namun aku merasakan jauh yang mendalam
Aku benar-benar tersiksa
Dengan segala kemisteriusanmu itu
Aneh...
Tetapi benar-benar nyata
Ini benar-benar sesuatu yang tak kuinginkan
Kehidupanku menjadi berat bila tak melihatmu
Saat aku ingin melupakanmu
Seluruh diriku berontak seketika
Hati...pikiran...tubuh...
Seakan terbakar oleh mu...
Mengapa kau lakukan ini padaku??
Apa kau penyihir yang paling hebat
Benar-benar membuatku tersungkur tak berdaya
Hanya dengan sinar matamu yang indah
Tolong...
Lepaskan aku dari siksa ini
Berhentilah menyiksaku
Kan kulakukan segala yang kau inginkan
Minggu, 11 September 2011
Aku adalah mimpi
Aku hidup bermula dari mimpi
Saat aku masih menjadi itik
Tabuh genderang telah berbunyi
Mengepalkan tiap jari-jari ini
Untuk berperang melawan mentari
Tanpa mimpi aku hanyalah inti
Inti dari setiap kegagalan manusia
Tak punya arah dalam kehidupan
Hingga terpuruk pada lubang yang dalam
Dan hanya hidup di dunia keputusasaan
Mimpi membuatku kian berdiri
Hingga memaksaku untuk berlari
Mendorong diri untuk tak berhenti
Mengejar sebuah batas satu titik
Yang terurai dalam satu kata takdir
Saat aku masih menjadi itik
Tabuh genderang telah berbunyi
Mengepalkan tiap jari-jari ini
Untuk berperang melawan mentari
Tanpa mimpi aku hanyalah inti
Inti dari setiap kegagalan manusia
Tak punya arah dalam kehidupan
Hingga terpuruk pada lubang yang dalam
Dan hanya hidup di dunia keputusasaan
Mimpi membuatku kian berdiri
Hingga memaksaku untuk berlari
Mendorong diri untuk tak berhenti
Mengejar sebuah batas satu titik
Yang terurai dalam satu kata takdir
Langganan:
Postingan (Atom)